Family Scandal (Ep.6)

Family Scandal3 copy

Main Cast : Kim Woobin (Actor)

Cho Chae Won (OC)

Kim Hanbin or B.I (iKon)

Other Cast : Park Shinra (OC)

Kim Jinwoo (Winner)

Kim Jinra (OC Shinra & Jinwoo’s Daughter)

Genre :  Sad, Angst, Romance

Length : Vignette

Poster & Storyline : Rosaliaaocha

*

What will you Choose, Destiny or Love?

**

Ep. 6 : A New Life, A New War

**

Takdir tak pernah berdusta untuk menyatukan dua hati yang memang telah diikat oleh benang takdir. Sekalipun keduanya berpisah dengan jalan mereka masing-masing, pada akhirnya mereka akan kembali bertemu di satu ruas jalan yang sama.

Angin malam penghujung musim gugur berhembus semakin kencang seiring dengan pandangan sepasang manik mata milik seorang pria yang masih tertegun di tempatnya lantaran melihat sosok wanita yang kerap kali menghantui pikirannya.

Hanbin masih berusaha mengatur nafas dan detak jantungnya kembali. Meski sudah sekian lama, meski dia selalu berusaha menghindar, dan meski dia selalu berusaha untuk melupakan, namun kenyataan begitu kejam untuknya. Dia tak bisa sedikitpun berkutik ketika sepasang matanya menangkap sosok itu.

“Chae Won…”

**

Chae Won menoleh. Meski tak yakin jika memang ada yang memanggilnya. Tapi kesunyian malam yang hanya terisi oleh suara arus sungai yang tenang atau hembusan angin membuat suara nyaris tak terdengar itu justru mengusik pendengarannya. Dan kedua mata kecoklatan miliknya akhirnya menangkap sosok itu. Sosok yang baru saja kembali menghantui pikirannya dan membuat rasa bersalahnya membuncah.

“Hanbin?”

Kedua pasang mata milik anak adam dan hawa itu saling bertemu. Tanpa sebuah kata terucap dari bibir mereka, mereka hanya saling bertatapan. Seolah tatapan mereka yang bicara satu sama lain. Meluapkan isi hati mereka masing-masing di tengah kesunyian malam.

Flashback

“Malam ini kau milikku, Cho Chae Won.”

Chae Won membulatkan kedua matanya begitu Woobin mendekatinya, membisikkan kata yang terdengar begitu mengerikan di telinganya. Tidak… Dia tak ingin menyerahkan miliknya paling berharga malam ini pada pria yang sama sekali tak dicintainya. Dan air matanya mengalir begitu saja saat hanya selangkah lagi Woobin dapat meraihnya.

“Maldo andwe…jebal…”

“Kau mencintainya? Adikku?”

Chae Won mendongak. Dilihatnya kedua mata Woobin yang menatapnya penuh kesedihan sekaligus kekecewaan.

“Kenapa kau tidak membatalkan pernikahan kita jika kau mencintainya?”

Rasa sakit di hati Woobin tak dipungkiri terlihat dari sorot matanya. Dan Chae Won kian merasa bersalah. Tak hanya pada sosok sang adik yang tengah menantinya tapi juga sang kakak yang kini meminta penjelasan darinya.

“Apa aku bisa?”

Dan kata-kata yang keluar dari bibir Chae Won semakin menghempaskan Woobin pada kehancurannya. Hatinya telah hancur. Benar-benar hancur tepat di malam pertama mereka.

“Tidurlah! Jangan coba-coba menemuinya tanpa seijinku!” Geram Woobin.

Meski dia tahu istrinya mencintai adiknya, begitu juga sebaliknya, namun bagi Woobin ikrar suci mereka di gereja melambangkan jika Chae Won hanya miliknya. Tak boleh ada satupun menyentuhnya dan memilikinya. Tidak meskipun dia tahu tak ada secuil pun dirinya di hati Chae Won.

“Maafkan aku…” Gumam Chae Won lirih. “Maafkan aku…” Dan isakannya semakin menyiratkan rasa bersalah juga kesedihan.

Flashback end

“Apa kabarmu?”

Sungai Seine kembali menghadirkan kenangan lama itu. Saling berbincang penuh kehangatan di pinggir sungai dengan menikmati se-cup kopi dari mesin kopi terdekat.

“Cukup baik.” Sahut Hanbin usai menyeruput kopi miliknya.

Keduanya tak saling memandang satu sama lain seperti dulu, hanya saling menatap aliran arus sungai yang tenang seolah itu lebih menarik daripada kedua mata lawan bicara mereka.

“Kau jauh lebih baik dari yang kuduga.”

Hanbin tersenyum miris. Hatinya mencelos begitu tahu jika Chae Won memikirkannya. Memikirkan keadaannya sementara dirinya selalu mencoba membuang wanita itu jauh-jauh. Tapi bukan berarti dia baik. Tidak… Dia tak pernah baik setelah ditinggal wanita di sampingnya.

“Bagaimana denganmu?”

Chae Won tersenyum tipis. Memikirkan kata apa yang mampu mengungkapkan keadaannya selama ini. Bertahun-tahun pergi dari satu tempat ke tempat lain bersama seorang pria yang tak pernah dicintainya yang berstatus sebagai suaminya.

“Tak pernah baik.”

Hanbin akhirnya menoleh. Melihat wajah Chae Won yang dipenuhi penyesalan juga kesedihannya namun tak terungkapkan. Dia nyaris selalu mengetahui arti ekspresi wajah Chae Won karena selalu memperhatikan wajahnya tiap kali bertemu. Bahkan sampai detik ini pun dia tak bisa melupakannya.

“Jauh dari orangtua dan temanmu pasti begitu menyedihkan, bukan. Setidaknya kau bersama suamimu.”

Hanbin kembali menyeruput kopi-nya usai menyelesaikan kalimatnya yang dipenuhi dengan kata-kata kebohongan. Bohong karena sebenarnya dia ingin menanyakan apa yang membuat si wanita tak pernah merasa baik.

“Anggap saja begitu.”

**

Chae Won menatap sekeliling apartemen yang dipilih Woobin sebagai tempat tinggal untuk mereka berdua. Apartemen yang tampak tak begitu asing olehnya lantaran dia pernah mengunjunginya beberapa tahun silam.

Chae Won tersenyum tipis saat menatap suasana ruangan demi ruangan yang terlihat masih sama itu meski dia hanya melihat dalam sekejap. Langkahnya kini menuju sebuah ruangan rahasia yang mungkin Woobin sendiri tak pernah menyentuhnya.

Ruangan yang hanya seluas 60 m2 dengan lorong sempit sebagai penghubung antara rak buku sebagai pintu masuk dengan si ruangan itu tersendiri. Chae Won menyentuh tempat tak terpakai itu lantaran si pemilik tak berada di sini lagi.

Hanbin… Ruangan rahasia Hanbin yang dahulu ingin diubah menjadi ruangan seni miliknya sendiri. Kini ruangan itu benar-benar hanya sebagai gudang. Tak tersentuh, tertata, dan terjamah. Rasa sesak itu kembali menggerayangi hati Chae Won. Janjinya pada Hanbin belum dapat ditepati. Dan ruangan inilah saksi bisu janji antara mereka. Menuntaskan hasrat seni mereka di sini. Bersama…

Chae Won terduduk lemas di lantai berdebu ruangan. Terisak menatap setiap jengkal isi ruangan yang mengingatkannya kembali pada kenangan indah namun terasa menyedihkan di hatinya. Hanbin-nya… Hanbin yang selalu tersenyum padanya dan menatap setiap kepingan karya seni dengan mata berbinar. Hanbin yang nyatanya sudah hilang meski semalam dia kembali menemukan sosok itu. Tubuh dan wajah yang sama namun perasaan yang berbeda. Hanbin-nya yang dulu benar-benar telah hilang dan ini karenanya. Karena dirinya yang telah menyakiti pria itu.

**

Jinwoo tersenyum lebar melihat kedua perempuan paling berharga di hidupnya tengah mengunjunginya untuk makan siang bersama. Park Shinra dan Kim Jinra.

“Maaf membuat kalian menunggu.” Ucap Jinwoo yang langsung menggendong buah hatinya.

“Tidak apa-apa. Kau pasti banyak pekerjaan kan, oppa?”

“Tidak juga. Hari ini atasanku tampak diam saja. Biasanya dia ingin semuanya sempurna, tepat waktu, tak ada kesalahan. Tapi tadi dia tampak aneh, saat Jane melakukan kesalahan dia justru menyuruhku mengajarinya. Aneh bukan? Biasanya dia akan berteriak atau mengoceh lalu menyuruhnya mengerjakan sampai benar, tidak mengganggu pekerjaan orang lain.”

Mendengar penjelasan suaminya, kedua mata Shinra mendelik tajam pada Jinwoo. Sementara Jinwoo yang tak tahu tengah ditatap tak mengenakkan hanya sibuk bercanda dengan putri kecilnya.

“Oh begitu, jadi oppa lama karena membantu mengajari anak baru, ya? Siapa namanya? Jane?”

“Ne? Eoh… dia benar-benar butuh banyak bantuan jadi aku membantunya.”

“Kemarikan Jinra-nya!” Shinra mengambil paksa Jinra dari gendongan Jinwoo. “Oppa makan siang dengan Jane saja sana! huh!”

Dan Shinra melengos pergi begitu saja dari hadapan Jinwoo. Sementara Jinwoo menatapnya heran, bingung, tak tahu apa-apa.

“Yeobo! Wae geurae! YAK!”

Jinwoo pun mau tak mau mengejar langkah Shinra yang sudah menjauh darinya.

**

“Eonnie tidak jadi makan siang dengan Jinwoo oppa?”

Chae Won menatap heran pada Shinra yang menekuk wajahnya begitu bertemu dengannya di restoran tempat dahulu mereka sering makan bersama.

“Tidak.”

“Wae? Pasti ada sesuatu. Kau selalu bersemangat jika makan bersama suamimu itu. Bahkan kau membatalkan janji denganku yang sudah jauh-jauh hari hanya karena Jinwoo oppa mengajakmu kencan dulu.”

“Tidak sekarang.”

Chae Won semakin mengerutkan dahinya heran. Tak biasanya eonnie-nya yang satu ini berkata minim. Jika itu dirinya mungkin tak heran. Tapi ini Park Shinra!

“Ada apa dengan Jinwoo oppa? Malhaebwa.”

Shinra akhirnya menghembuskan nafasnya perlahan. Dan Chae Won hanya harus memasang telinganya untuk mendengarkan Shinra baik-baik. Setelah ini wanita itu pasti akan mengoceh panjang lebar tanpa bisa di hentikan.

“Aku sudah menemuinya di kantor tadi tapi dia terlambat menemui kami padahal sudah tepat jam makan siang aku mengunjunginya. Aku jamin itu tidak kurang dan tidak lebih. Menyebalkannya dia menyuruh kami menunggu sebentar di lobby, harusnya dia memperbolehkan kami mengunjunginya di kantornya, keutchi? Kau tahu kenapa ternyata…”

Shinra terdiam sesaat sambil menarik nafasnya dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan-lahan.

“…dia sedang mengajari anak baru bernama Jane!!!! Huaaaaa…. Jinwoo oppa neo jinjja!!!”

Cepat-cepat Chae Won menarik Jinra yang tengah asik menikmati kentang gorengnya untuk dipangkunya dan ditutup telinganya. Kasihan anak kecil itu jika mendengar semua keluhan ibu-nya yang menduga jika ayahnya tengah berselingkuh. Padahal? Mungkin hanya salah paham.

Dan Chae Won berakhir dengan mendengarkan seluruh keluhan Shinra tanpa benar-benar bisa dihentikan sampai wanita itu puas.

**

Woobin terdiam dalam lamunannya. Menatap sebuah figura foto yang terpajang di meja kerjanya yang baru. Foto berisi sepasang mempelai menatap kamera dengan sebuah senyuman simpul tipis namun tak menunjukkan sebuah kebahagiaan di dalamnya. Woobin teramat tahu senyuman seperti apa yang istrinya tampilkan. Senyuman palsu untuknya dan senyuman manis untuk Hanbin, adiknya.

Hatinya terus mengerang dan memanas setiap kali mengingat kenyataan pahit itu. Dia sadar dirinya telah memiliki Chae Won sebagai istrinya yang selalu setia mendampinginya. Namun, tidak untuk hati dan cinta wanita itu.

Dan itulah sebabnya selama berbulan-bulan bahkan beberapa tahun ini dia kerap kali berganti-ganti tempat tinggal. Mengunjungi berbagai negara untuk berbisnis namun, tak hanya itu alasannya. Dirinya melakukan itu semua hanya untuk membuat istrinya dan adiknya berjauhan. tak melihat satu sama lain apalagi berbicara. Dia tak ingin melihat adegan sepasang sejoli yang saling merindu itu lagi.

Woobin terlalu muak. Muak karena kenyataannya mereka tak terpisahkan meski berjauhan. Keduanya memang tak pernah terdengar saling menghubungi satu sama lain tapi Woobin tetap yakin di hati Chae Won masih ada Hanbin.

“Hyung…”

Woobin mendongak. Menatap kedua mata milik adiknya yang telah sekian lama tak terlihat olehnya. Bukan karena dia terlampau sibuk atau memang tak pernah kembali menemui keluarganya, namun karena setiap kali dia melihat wajah itu kembali atau sorot mata adiknya itu, dia pasti akan selalu mengingat hubungan adik juga istrinya di masa lalu.

“Orenmaniya, adikku.” Ucap Woobin disertai senyumannya yang terkesan sinis.

“Ne, orenmaniyeyeo hyung. Apa kabarmu?”

Woobin tersenyum sinis. Menunjukkan sesuatu yang tak diketahui Hanbin.

“Bukankah seharusnya kau menemui kakakmu dulu sebelum menemui kakak iparmu, Hanbin-ah?”

Tubuh Hanbin menegang seketika. Dia tak tahu bagaimana Woobin tahu jika semalam dia dan Chae Won bertemu. Meski secara tidak sengaja.

“Maaf, kami tidak sengaja bertemu. Aku ingin menyapamu lebih dulu, tapi…”

“Sudahlah. Tak perlu dipikirkan. Itu hanya masa lalu kalian, bukan. Kuanggap kalian hanya sedang bermain-main. Kau tahu kan, cinta monyet? Atau semacamnya. Lagipula kini Chae Won milikku.”

Hanbin mendesah pelan. Bukan karena dia lega jika kakak-nya tak mempermasalahkan hal itu. Bukankah jelas jika Woobin justru tengah menabuh gendrang perang untuknya? Di sisi lain dia cukup gelisah karena kakak-nya masih saja menganggapnya sebagai saingan. Bahkan di pertemuan pertama mereka setelah sekian lama. Maksud kedatangannya ke kantor kakak-nya yang terpisah dari kantornya adalah untuk memulai kembali hubungan kakak-adik dengan baik. Namun kehadirannya justru membawa hal sebaliknya.

“Hyung, kau masih saja membenciku?” Ucap Hanbin lirih.

“Aku tak pernah membencimu. Kau tahu itu, kan? Aku takkan bisa membencimu se-muak apapun aku padamu. Tapi aku membenci diriku sendiri setiap kali melihatmu.”

Hanbin menundukkan kepalanya lirih. Dia tak tahu apa yang membuat kakak-nya seperti ini. Dia benar-benar menyesalinya karena sudah mengunjunginya di saat yang tak tepat.

“Pergilah, aku masih banyak pekerjaan!” Perintah Woobin tegas.

“Maaf jika aku mengganggmu, hyung. Aku tadinya hanya ingin mengajakmu makan siang bersama.”

“Aku tak bisa. Maaf…”

Hanbin pamit. Tak berkata apapun lagi usai penolakan halus Woobin yang terdengar seperti mengusirnya lantaran dia tak ingin melihat sosok adiknya itu lagi.

Dan bagi Woobin, kehadiran Hanbin kali ini kembali membuka luka dalam hatinya. Entah apa itu…

**

“Memangnya dia tidak akan pulang?” Tanya Shinra begitu dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur di kamar utama milik Chae Won bersama putri kecilnya yang sudah terlelap.

“Tidak akan. Dia tidak pernah pulang untuk tidur. Dia selalu tidur di luar. Dia akan ke sini untuk berganti baju atau membawa baju-bajunya.” Sahut Chae Won santai.

Shinra mengerutkan dahinya heran. Bagaimana bisa suami istri bertingkah seperti itu?

“Sudah berapa lama?”

“Sejak awal. Setelah kami berbulan madu.”

“Kalian memang tidak melakukan hal ‘itu’?”

Chae Won tersenyum tipis lalu menggeleng pelan.

“MWO??? TIDAK SAMA SEKALI? Bagaimana dia menyalurkan hasratnya kalau begitu?”

“Bersama wanita malam mungkin? Dia kan punya banyak uang.”

“Ani, geundae… Astaga aku tidak habis pikir dengan rumah tangga kalian. Apa ini yang disebut suami istri?”

Chae Won tersenyum miris. Suami-istri? Baginya dan Woobin hubungan itu memang lebih tepat diungkap sebagai status saja tanpa ada sedikitpun kenyataan dalam hidup mereka. Di mana pun mereka berada, tak ada sedikitpun interaksi di antara mereka. Apalagi sebuah kehangatan.

Woobin sibuk dengan pekerjaannya juga ambisinya untuk lebih sukses bahkan mendirikan perusahaan yang lebih maju dari ayahnya. Dan itu berhasil dengan mengorbankan pernikahan mereka.

Woobin tak pernah berada di rumah lebih dari satu jam. Selain untuk mandi, makan, atau membereskan pakaiannya. Sisanya dia habiskan di luar rumah. Entah itu di kantor atau di hotel. Chae Won tak tahu jelas.

“Kau tak peduli?”

“Lantas aku harus apa? Memarahinya? Menegurnya? Memintanya bersamaku sedangkan aku sendiri tak yakin aku bisa melayaninya.”

Chae Won mendesah pelan. Sejak insiden malam pertama itu, Woobin benar-benar sama sekali tak menyentuhnya. Sejak itu, Woobin bahkan tidur di sofa untuk menghabiskan masa bulan madu mereka.

“Ini benar-benar gila! Apa dia tidak tertarik padamu?”

“Entahlah. Aku tak tahu. Mungkin dia membenciku karena dia tahu bahwa aku mencintai adiknya.”

“Mungkin. Kau sudah mencoba mendekatinya lebih dulu?”

“Dia selalu mengacuhkanku, menatapku dengan tatapan tajamnya, dan selalu berkata sinis. Apa yang harus kuperbuat? Kupikir dia tengah menghukumku. Dan mungkin hukuman seumur hidup karena menodai pernikahan kami bahkan sejak awal.”

“Chae Won-ah…”

“Ini salahku. Hukuman yang pantas untukku karena mempermainkan kakak beradik itu. Aku mencintai adiknya tapi menikahi kakaknya. Aku membuang cinta itu dan memilih hidup dengan kebencian. Itu salahku.”

Chae Won mendesah pelan lantas memejamkan matanya untuk menghindari pertanyaan Shinra lebih lanjut dan menutup ceritanya dengan paksa.

“Aku benar-benar kasihan padamu, Wonnie-ah.”

“Maka dari itu…” Chae Won memiringkan tubuhnya untuk berhadapan dengan Shinra. “…kembali lah pada Jinwoo oppa sebelum dia marah padamu atau tersesat ke rumah wanita lain.” Ucap Chae Won sambil terkekeh.

“YAK! Maldo andwe!”

“Sst… Jinra sedang tidur. Kau boleh menyesalinya dan kembali besok sebelum terlambat, eonnie.”

“Ck kau ini!”

**

Hanbin melirik rekan kerja di sampingnya, Kim Jinwoo, pria yang setia bekerja padanya juga bekerja dengan sangat baik kini telah mabuk akibat beberapa gelas kecil alkohol yang diminumnya.

Entah ada angin apa tiba-tiba Jinwoo yang dikenalnya tak pernah menyentuh alkohol tiba-tiba memintanya untuk menemani ke club terdekat dan bersenang-senang. Hanya sekedar minum untuk melepas stress katanya. Tapi Hanbin sendiri tak yakin jika hanya itu saja.

“Hyung, geumanhae.” Ucap Hanbin sambil mengambil gelas yang kembali ingin diisi alkohol oleh Jinwoo. “Kau sudah mabuk.”

“Aniya! Aku belum mabuk!!!”

“Kenapa kau seperti ini hem?”

“Ini… ini karena… karena… huaaa… istriku… istriku dan anakku… mereka meninggalkan, Hanbin-ah! Eotteoke???”

Hanbin meliriknya dengan perasaan sedikit kasihan dan cukup malu karena mendengar isakan Jinwoo tiba-tiba di tengah keadaan mabuknya.

“Tenanglah hyung, mungkin besok mereka akan kembali.”

“Jin… jinjjayo? Jinjja? Jin…” BRUK! Jinwoo pingsan di atas meja bar karena kadar alkoholnya sudah berlebihan mungkin. Padahal Hanbin yakin Jinwoo tak banyak menegak minuman itu tadi. Berbeda dengan dirinya yang cukup kuat minum yang meski sudah beberapa gelas lebih banyak namun masih memiliki kesadaran penuh.

“Hyung sudah kubilang kan untuk berhenti.” Gumam Hanbin yang sedikit kesal karena setelah ini dia harus membawa Jinwoo pergi dari sana.

**

Hanbin tertatih membawa Jinwoo di sampingnya. Bobot tubuhnya masih dibawah bobot tubuh Jinwoo sementara pria itu sendiri sudah benar-benar tak sadarkan diri dan terpaksa dibopongnya menuju mobil.

“Harusnya aku tidak mengiyakannya tadi.” Gerutu Hanbin kesal.

Namun dia ingat jika dirinya langsung setuju karena hatinya sendiri tengah dirundung masalah. Pertama, karena pertemuannya dengan Chae Won yang membuat memori indah masa lalunya namun terasa pahit itu kembali. Kedua, pertemuannya dengan Woobin tadi siang yang membuat lukanya karena dibenci saudara kandungnya sendiri semakin melebar.

“Hyung?”

Hanbin tertegun di tempat begitu melihat sesosok pria bertubuh tegap dengan kedua mata tajam dan garis wajah tegasnya itu tengah bersama seorang wanita malam club menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari mobil Hanbin. Keduanya terlihat saling merangkul mesra. Bahkan sebelum menyuruh si wanita masuk ke dalam mobil, Woobin sempat mencium wanita itu cukup ganas.

Hati Hanbin mengerang kesal. Bagaimana bisa hyung yang begitu dihormatinya berperilaku semenjijikan itu?

“Apa yang akan dilakukan hyung?”

Hanbin bergegas memasukki mobil miliknya lantas memutuskan untuk mengikuti ke mana mobil milik Woobin pergi dari jarak aman dan tak disadari si pengemudi.

Dan hatinya mencelos saat melihat Woobin menghentikan mobilnya di depan sebuah hotel berbintang. Memberikan kunci mobil pada valet di sana lalu memasukki hotel sambil merangkul mesra si wanita malam.

Hanbin tak peduli seandainya, hyung-nya masih berstatus lajang. Tapi masalahnya adalah, hyung-nya sudah berstatus sebagai suami orang. Dan orang itu adalah Chae Won, wanita yang selalu menghantui pikirannya dan telah mengambil seluruh hatinya.

“Hyung… kau…” Hanbin menggeram kesal hingga memukul stirnya cukup kencang. “…kau benar-benar…”

**

Pagi menyapa Chae Won di tempat tinggalnya yang baru. Dia melirik ke arah sampingnya dan tak ada seorang pun di sana. Meski dia yakin jika semalam ada dua orang yang tidur bersamanya di satu ranjang.

“Mungkin mereka sedang menyiapkan sarapan.” Gumam Chae Won lantas memilih ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan segera menyusul dua orang tamunya itu.

Dan seperti dugaannya, Shinra tengah sibuk di dapur kecilnya yang bahkan dia sendiri belum sempat menyentuhnya. Dan Jinra sudah duduk manis di kursi tinggi yang entah kapan dibawa Shinra khusus agar Jinra bisa makan dengan baik.

“Eonnie kau bahkan bawa benda ini?” Tunjuk Chae Won heran pada kursi khusus balita yang dibawa Shinra.

“Geurom. Kasihan dia kalau tidak bisa makan.”

“Kan bisa disuapi.”

“Andwe, biarkan dia belajar makan sendiri. Kecuali kau mau menyuapinya. Aku akan sangat berterima kasih, Chae Won-ssi.”

“Ck… kau tahu kan aku tak mahir dengan hal semacam itu. Ckckck…”

“Ya sudah duduk saja dan biarkan aku memasak dengan tenang.”

“Aku yang tak tenang jika kau memasak eonnie. Kau takkan membuat dapurku seperti kapal pecah kan?”

“Aniya, gokjongma. Paling hanya seperti medan perang.”

“MWO? Astaga…” Chae Won menepuk dahinya seketika. Tapi dia toh membiarkan saja Shinra melakukannya karena memang dia malas untuk memasak hari ini.

Shinra terkekeh kecil. Begitu juga dengan Jinra karena mendengar ibu-nya tertawa di dapur. Membuat gadis kecil itu tampak menggemaskan dan Chae Won tak segan-segan mencubitnya.

Morning…

Chae Won terkejut begitu mendengar suara seorang pria muncul tiba-tiba di ruangannya. Setahunya Woobin tak pulang.

“Oppa?” Chae Won terkejut melihat Jinwoo tengah tersenyum ke arahnya dengan wajah mengantuknya lantaran baru saja bangun. “Kau ada di sini? Sejak kapan?”

“Semalam.” Sahut Jinwoo malas dan langsung mendudukkan dirinya di samping Jinra. Mengecup puncak kepala putri kecilnya itu gemas.

“Semalam?” Chae Won melirik Shinra yang ada di dapur minta penjelasan.

“Bukan aku. Aku juga kaget saat semalam ada yang membangunkanku untuk membantunya membopong Jinwoo oppa yang sudah mabuk.”

Jinwoo memasang cengirannya pada si istri yang memasang wajah kesal karena melihat suami terbaiknya itu mabuk semalam.

“Maaf yeobo. Aku khilaf karena kau dan Jinra meninggalkanku saat sampai di rumah. Aku tak tahu harus mencari kalian di mana. Kupikir kalian benar-benar meninggalkanku sendiri. Aku tak tahu kalau Chae Won sudah kembali.”

“Aku sudah memberitahumu oppa. Kau lupa?”

“Ah, maja! Yang kau maksud wanita yang akan membuat perang saudara itu adalah Chae hmmphhtt…” Shinra segera membekap mulut suaminya yang super polos dan terlalu jujur ini. Tak sadar jika pembicaraan itu adalah pembicaraan khusus antara mereka.

“Aku mengerti maksudmu eonnie. Lalu siapa yang membawa Jinwoo oppa ke sini? Hebat dia bisa tahu password apartemen ini. Aku saja kadang masih lupa dan harus meminta kembali pada si pemilik.” Jelas Chae Won heran.

“Itu…” Jinwoo dan Shinra saling bertatapan satu sama lain tanpa tahu harus menjawab jujur atau berbohong lagi. “Sebenarnya itu…”

“Aku.”

Chae Won tersentak. Dia menoleh ke sumber suara bagitu juga kedua pasangan itu yang terkejut dengan kehadiran sosok lain yang tiba-tiba hadir di tengah-tengah mereka.

“Kau?”

“Tentu saja aku. Aku juga pemiliknya kan.”

Kim Hanbin, pria itu mengulas senyuman manisnya ke arah Chae Won dan tanpa ragu mendudukkan dirinya di sebelah Chae Won. Lalu mengacak gemas rambut Jinra yang masih sibuk dengan makanannya di piring.

“Anakmu benar-benar menggemaskan, hyung.” Ucap Hanbin basa-basi.

Padahal tiga orang lainnya masih tampak terkejut dengan kehadirannya.

“Kau? Masih di sini?” Tanya Jinwoo heran. Dia pikir Hanbin langsung pergi setelah mengantarnya semalam. Begitu juga Shinra.

“Tentu. Aku lelah karena membopongmu jadi aku tidur. Di sofa.” Sahut Hanbin lantaran dia tak kebagian tempat tidur lagi setelah Jinwoo tidur di atas tempat tidur miliknya. “Dan barusan aku berolahraga sebentar.”

Jinwoo memasang cengirannya lagi. Sedikit malu dengan tingkahnya juga ketidak sopanannya karena secara tidak langsung dia menyuruh atasannya juga pemilik tempat tidur yang ditidurinya semalam tidur di tempat lain.

“Maaf merepotkanmu.” Ucap Jinwoo.

“Tidak apa.”

Hanbin kembali memasang senyuman cerianya dan memakan hidangan sarapan yang dibuat Shinra dengan lahap seolah tak terjadi apa-apa.

**

Keluarga kecil Kim Jinwoo meninggalkan Hanbin dan Chae Won berdua di meja makan. Sementara mereka sibuk bermain dengan si kecil Jinra di kamar Chae Won. Meski Hanbin atau Chae Won tak meminta waktu berdua, tapi sepasang suami istri itu cukup memahami jika mereka butuh bicara.

“Maaf membuatmu tidak nyaman.” Ucap Hanbin membuka suara di antara mereka lebih dulu.

“Tidak. Ini juga tempat tinggalmu, kan?”

“Aku tidak tinggal di sini lagi. Hanya karena jarak club dengan apartemen ini lebih dekat dibanding ke apartemen baruku, jadi aku terpaksa ke sini.”

“Ah, begitu rupanya.”

“Aku tak menyangka hyung akan membawamu ke sini. Kupikir dia bisa membeli rumah sendiri.”

“Dia jarang berada di rumah, jadi untuk apa membeli rumah. Lagipula kami sering berpergian. Aku tak tahu kapan dia akan pergi lagi setelah ini. Mungkin dalam waktu dekat.” Sahut Chae Won dengan tatapan menerawang. Menjelaskan sesungguhnya dia lelah dengan berpindah-pindah tempat seperti ini.

“Semalam aku…” Hanbin menarik nafasnya dalam-dalam. Dirinya masih ragu untuk menceritakan hal tentang Woobin yang dia lihat. Apa jadinya jika Chae Won mendengarnya? Dia akan terluka? Menangis? Atau meminta berpisah dari Woobin? “Lupakan…”

Hanbin tak sanggup melihat Chae Won menangis di depannya atau bagaimana jika dia semakin dibenci Woobin karena mencampuri urusan rumah tangganya?

Keadaan keduanya kembali diselimuti kesunyian dan rasa canggung satu sama lain. Setelah sekian lama tak bertemu. Juga setelah perbincangan malam itu. Entah karena status mereka atau ada hal lain, mereka tampak terpisah oleh sebuah tembok yang sulit ditembus.

“Bukankah kau akan bekerja?” Ucap Chae Won memecah keheningan. “Aku mau membereskan meja makan dulu.”

Chae Won beranjak dari tempat duduknya. Segera membereskan satu per satu piring dan alat makan lainnya yang masih tergeletak di atas meja. Hanbin memperhatikannya. Hanya memperhatikan tiap gerak-gerik Chae Won yang semakin membuat rasa rindunya untuk meraih wanita itu menggebu-gebu.

Chae Won membawa peralatan makan ke tempat cucian piring. Berharap Hanbin segera pergi dari sana setelah dia usai mencuci dan tak harus lagi bertemu dengan pria itu saat hatinya tak siap seperti sekarang. Namun kenyataannya berbeda.

Baru saja tangannya membuka keran, kedua lengan kokoh Hanbin melingkar di perutnya. Sementara kepala pria itu sudah terjatuh di salah satu bahunya. Chae Won tertegun dan tubuhnya menegang. Tak sampai di sana saja, karena jantungnya sudah berdegupan amat cepat di atas normal.

“Han… Hanbin…”

“Biarkan seperti ini, sebentar saja… Aku ingin mengatakan sesuatu.” Ucap Hanbin lirih namun sanggup membuat gelenyar aneh merasukki tubuh Chae Won.

“A… apa… yang mau k… kau bicarakan?”

Hanbin menghembuskan nafasnya tepat dicerukkan leher Chae Won di dekat bahunya. Membuat wanita itu sedikit merinding geli karena sentuhan lembut itu.

“Cho Chae Won…” Hanbin terdiam sesaat seolah tengah menetapkan hatinya untuk benar-benar mengutarakan isi hatinya. “Aku akan merebutmu darinya…”

 

**To Be Continued**

*NB : First of All thanks buat yang udah mau baca baik yang udah berbaik hati mengirim komentar maupun yang gak. Aku akan tetep posting ini sampai end jadi jangan takut. Hehehe… Paling agak ngaret atau kelamaan. Well, aku tetep suka sama cerita ini kok. Gak tau kenapa (*selain karena ada Hanbin dan Woobin ya)

Walau gitu kadang suka gak dapet ide atau feel-nya makannya males.

Rada bingung juga nentuin mana yang harus dipilih Chae Won sih. Hahahaha tapi kayaknya kalo sampe part ini udah jelas siapa yang disukai Chae Won kan?

Akhirnya? Aku gak tau sampe kapan dan akan seperti apa

But, wait and keep give a comment ^^

Ditunggu ya ^^ Mian for typos ^^

Gamsaheyo *BOW*

11 pemikiran pada “Family Scandal (Ep.6)

  1. aku baca jeeeeenggggggg….

    kasian hanbin cup cup..

    shinra labil bgt wkwwkwwk
    aigooo baby jinra lucunya, sekali2 ikut dong di kim family kkkkkk

    nah loh mau di rebut yihhaaaaaaa nunggu next part

    Suka

    • hahaha makasih eon menyempatkan baca, aku jadi terharu #lebay (*soalnya gak banyak yg kasih komentar di cerita ini)
      emang ya shinra labil kkk tapi jinwoo lebih-lebih, gara2 frustrasi ditinggal shinra sama jinra sampe minta atasannya nemenin minum masa hahaha
      tapi dengan begitu hanbin ketemu chae won lagi yeaaayyy #kenapaakuikutanseneng?
      harus donk direbut kkkk
      gomawoyo commentnya eonnie ^^ #tebarciumjinwoo

      Suka

  2. annyeong~ lgi” aku bingung thor, g’ da yg bs dsalahin, woobin oppa brskap ksarkan jg krn trll skt hti ma istri n’ adikx yg sling mncntai, chaewon g’ bs btalin prnkhan jg krn tu prmntaan ortux, b.i oppa jg g’ slah sih, namax cnt y gni rbet, kta kn jg g’ tao mau jtuh cnt ma siapa, kapan dan dimana, jd y ribet, mau dkung b.i-chaewon ksian woobin oppa, soalx kn gmn sih rsx nkah ma org yg g’ cnt ma kt trlbh org tu cntx ma adik kt, nyesek bgt psti, klo dkung woobin-chaewon aku jg g’ rla klo b.i oppa skit ht. Jd ini yg hrs nglah siapa?, adik pa kakakx?, aku bingung ini,,,

    Suka

    • annyeong ^^ seneng deh ada komentator tetap juga di ff ini hahaha aku terharu #maaplebay
      ya, emang semuanya jadi serba salah kalo udah kayak gini. pasti akan ada yang sakit hati
      aku aja yang nulis kisah mereka bingung sendiri. mereka sama-sama menyedihkan sih, dan keputusan kembali lagi ke chae won.

      Suka

Tinggalkan komentar